Karakteristik Iklim di Palangkaraya, Balikpapan, Belitung, Ternate

Sebagai daerah tropis, iklim di Indonesia memang menjadi tantangan tersendiri bagi para astronom dalam melakukan pengamatan. Kapan hari hujan dan hari kering berlangsung serta pergerakan awan menjadi kajian penting dalam melakukan lokasi pengamatan. Hal yang sama juga berlaku untuk pengamatan Gerhana Matahari Total di Indonesia. Pada bulan Maret tahun 2016 saat totalitas menyapu Indonesia, meski ada banyak kota yang dapat mengamati gerhana total, yang perlu diperhatikan adalah dimana saja daerah yang tidak sedang mengalami musim penghujan. Dalam tulisan ini, kami publikasikan kembali paparan dari LAPAN terkait karakteristik iklim di beberapa kota yang akan dilewati jalur totalitas.

 Gambar 1. Curah Hujan Klimatologis (1980-2010) di Kalimantan, AN (Atas Normal), N (Normal), BN (Bawah Normal) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
Gambar 1. Curah Hujan Klimatologis (1980-2010) di Kalimantan, AN (Atas Normal), N (Normal), BN (Bawah Normal) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).

Palangkaraya dan Balikpapan
Dari kajian klimatologis yang mengacu pada data curah hujan BMKG selama 30 tahun (1980-2010), wilayah Palangkaraya yaang berada pada 2,26 LS dan 113,9 BT  memiliki curah hujan dalam rentang normal yakni 1001-1500 mm/6bulan. Sedangkan untuk Balikpapan yang berada di 6,17 LU; 106,82 BT, curah hujannya justru di atas normal yakni >2000 mm/6bulan.

Dari analisa pola hujan, Palangkaraya dan Balikpapan memiliki pola hujan monsunal dengan puncak hujan terjadi pada bulan NDJ (November-Desember-Januari)  ~300 mm untuk Palangkaraya dan DJ (Desember-Januari) ~220 mm untuk Balikpapan. Adapun hujan minimum terjadi di bulan Agustus ~100 mm baik di Palangkaraya dan Balikpapan. Di bulan Maret, Palangkaraya memiliki kondisi curah hujan sangat banyak yaitu ~450 mm sedangkan Balikpapan lebih rendah yaitu ~300 mm (Gambar 2).

 Gambar 2. Curah hujan klimatologis di wilayah Zom 266 (Palangkaraya) dan Zom 279 (Balikpapan) berdasarkan data Stasiun BMKG selama 35 tahun (1978-2012) untuk Palangkaraya dan 30 tahun untuk Balikpapan (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
Gambar 2. Curah hujan klimatologis di wilayah Zom 266 (Palangkaraya) dan Zom 279 (Balikpapan) berdasarkan data Stasiun BMKG selama 35 tahun (1978-2012) untuk Palangkaraya dan 30 tahun untuk Balikpapan (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
 Gambar 3. Variasi curah hujan harian selama bulan Maret (1978-2012) di Palangkaraya berdasarkan data curah hujan harian BMKG.
Gambar 3. Variasi curah hujan harian selama bulan Maret (1978-2012) di Palangkaraya berdasarkan data curah hujan harian BMKG.

Analisis lanjutan dilakukan dengan data curah hujan harian di Palangkaraya selama 35 tahun untuk mengetahui kecenderungan terjadinya hujan dengan intensitas maksimum atau ekstrem yang pernah terjadi (Gambar 3). Hasilnya,  selama 35 tahun curah hujan harian yang memiliki nilai > 100 mm terjadi sebanyak 6 kali atau sekitar 0,047 %. Selain itu, terjadi peningkatan curah hujan sebesar 0.002 mm/hari.

Belitung dan Ternate

 Gambar 4. Curah Hujan Klimatologis (1980-2010) di Belitung, AN (Atas Normal), N (Normal), BN (Bawah Normal) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
Gambar 4. Curah Hujan Klimatologis (1980-2010) di Belitung, AN (Atas Normal), N (Normal), BN (Bawah Normal) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
 Gambar 5. Curah Hujan Klimatologis (1980-2010) di Ternate, AN (Atas Normal), N (Normal), BN (Bawah Normal) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
Gambar 5. Curah Hujan Klimatologis (1980-2010) di Ternate, AN (Atas Normal), N (Normal), BN (Bawah Normal) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).

Berdasarkan data curah hujan, Belitung yang berada pada koordinat 8,6 LS; 115,2 BT berada pada Zona Nonmusim, karena memiliki pola curah hujan yang tidak jelas antara musim hujan dan musim kemarau (Gambar 4). Kendati demikian, curah hujan minimum di Belitung terjadi pada Bulan Juni dengan curah hujan rata-rata mencapai ~100 mm. Adapun puncak musim hujan terjadi pada bulan NDJ hingga ~200 mm (Gambar 6).

Kota Ternate (0,78 LU; 127,36 BT) berada dalam wilayah Zona Musim (Gambar 5) dengan pola ekuatorial. Puncak hujan di Ternate terjadi pada bulan Mei dan Desember, yaitu > 200 mm dan minimum hujan terjadi pada Agustus (~100 mm) (Gambar 6). Pada Bulan Maret, baik di Belitung maupun Ternate memiliki curah hujan rata-rata mencapai 200 mm (Gambar 5).

 Gambar 6. Curah hujan klimatologis di wilayah Zom 23 (Belitung) dan Zom 328 (Ternate) berdasarkan data Stasiun BMKG selama 30 tahun (1980-2010) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
Gambar 6. Curah hujan klimatologis di wilayah Zom 23 (Belitung) dan Zom 328 (Ternate) berdasarkan data Stasiun BMKG selama 30 tahun (1980-2010) (Buku Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 BMKG, www.bmkg.go.id).
 Gambar 7. Distribusi spasial curah hujan harian berdasarkan Satelit TRMM (kiri) dan OLR (kanan) di wilayah Belitung
Gambar 7. Distribusi spasial curah hujan harian berdasarkan Satelit TRMM (kiri) dan OLR (kanan) di wilayah Belitung

Dari distribusi spasial selama bulan Maret di Belitung tampak hujan maksimum terkonsentrasi di bagian tengah Pulau Belitung dengan intensitas hujan > 0,35 mm/jam. Selain itu, kawasan Belitung bagian tenggara memiliki hujan yang lebih kecil di banding wilayah lainnya (Gambar 7).

Analisis Angin dan Awan

Analisa kondisi angin dan awan dari data  NCEP/NCAR untuk Bulan Maret menunjukan angin monsun yang bertiup di atas Belitung, Palangkaraya, Balikpapan, Ternate, merupakan angin monsun lemah (< 4 m/s). Angin monsun di atas Belitung, Palangkaraya, dan Balikpapan merupakan angin baratan yang lemah. Sedangkan angin monsun di atas Ternate merupakan angin dari utara yang lemah juga (Gambar 8).

 Gambar 8. Klimatologis angin monsun pada ketinggian 850 mb (1980-2013) pada bulan Maret berdasarkan data reanalisis NCEP/NCAR.
Gambar 8. Klimatologis angin monsun pada ketinggian 850 mb (1980-2013) pada bulan Maret berdasarkan data reanalisis NCEP/NCAR.

Dari data awan yang ditunjukkan oleh radiasi gelombang panjang (OLR),tampak pada bulan Maret di atas Belitung, Palangkaraya, dan Balikpapan terdapat awan yang cukup banyak (OLR < 220 W/m2). Sementara di atas Ternate cukup bersih dari liputan awan (Gambar 9).

 Gambar 9. Klimatologis OLR (1980-2013) pada Bulan Maret berdasarkan data reanalisis NCEP/NCAR.
Gambar 9. Klimatologis OLR (1980-2013) pada Bulan Maret berdasarkan data reanalisis NCEP/NCAR.

Secara spesifik, distribusi awan memperlihatkan di bagian barat Belitung akan ada lebih banyak awan dibandingkan bagian tengah dan timur. Dari data OLR tampak distribusi awan di bagian barat lebih kecil dibandingkan bagian tengah dan timur meskipun perbedaannya tidak signifikan (Gambar 10).

 Gambar 10. Klimatologis OLR (1998-2013) pada Bulan Maret berdasarkan data Satelit AIRS
Gambar 10. Klimatologis OLR (1998-2013) pada Bulan Maret berdasarkan data Satelit AIRS

Dari analisis parameter hujan, angin, dan awan pada bulan Maret di Belitung, Palangkaraya, Balikpapan, dan Ternate tampak bahwa hanya Ternate yang memiliki liputan awan minimum dengan curah hujan relatif tidak banyak (~200 mm) dibandingkan wilayah lain. Hal ini memperlihatkan Ternate merupakan wilayah dengan karakteristik iklim yang dapat mendukung pengamatan gerhana matahari total pada 9 Maret 2016. Sedangkan untuk Belitung, Palangkaraya, dan Balikpapan, curah hujan terbanyak terjadi di Palangkaraya pada bulan Maret mencapai 450 mm/bulan. Dan untuk kondisi awan, ketiga wilayah tersebut memiliki liputan awan yang cukup banyak pada bulan Maret. Meskipun demikian, pengamatan gerhana matahari pada 9 Maret 2016 tetap dapat dilakukan di ketiga wilayah tersebut (Palangkaraya, Balikpapan, Belitung).

[divider_line]
Dipublikasikan kembali dari artikel analisa Karakteristik Iklim di Palangkaraya, Balikpapan, Belitung, Ternate yang ditulis oleh Tim analisi Kondisi Iklim dan Cuaca Untuk Mendukung Pengamatan Gerhana: Erma Yulihastin, Juniarti Visa, Arief Suryantoro.

Ditulis oleh

Avivah Yamani

astronomer. astronomy communicator by day. co-founder of langitselatan. new media practitioners. story teller and podcaster in the making. social media observer. web developer and web administrator by accident.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *