Tanggal 5 April 2015, perjalanan Famtrip bersama Kementrian Pariwisata dilanjutkan ke kota Maba. Perjalanan pagi itu kami mulai jam 6.30 wit, mengingat jarak tempuh untuk perjalanan darat dari Sofifi ke Maba, yang berada di Halmahera Timur cukup jauh dan membutuhkan waktu 6 jam. Perjalanan ke Maba juga bisa dicapai lewat udara dengan penerbangan Wings Air setiap hari dari Ternate ke Buli
Maba, kota di timur Halmahera ini berada di tepi pantai yang berhadapan dengan lautan Pasifik. Maba merupakan kecamatan yang kemudian ditetapkan sebagai Ibukota kabupaten Halmahera Timur. Untuk gerhana matahari total 2016, Maba merupakan lokasi yang paling ideal untuk pengamatan karena kota ini dilewati oleh garis tengah jalur totalitas gerhana. Artinya di kota ini kita bisa menikmati kegelapan paling lama dibanding daerah lainnya. Tak hanya itu, prediksi cuaca dari BMKG juga menempatkan Maluku Utara sebagai daerah yang tutupan awannya rendah. Dan dengan lokasinya di tepi pantai jelas, pandangan pengamat ke arah Matahari terbit tidak akan terhalang apapun.
Pagi itu kami menempuh perjalanan selama hampir 6 jam melintasi jalan trans Haltim dan melalui beberapa daerah seperti Wasile, Subaim, Buli dan pada akhirnya kami tiba di Maba. Karena tim kami terdiri dari 6 orang dan 2 supir maka jelas kami membagi 2 tim masing-masing 3 orang di setiap mobil. Dan karena kebetulan juga tim ini terdiri dari 3 pria dan 3 wanita, maka yang pria 1 mobil yang wanita pun 1 mobil sendiri. Berhubung di sepanjang jalan banyak lokasi yang indah maka mobil yang kami tumpangi jadi lebih sering berhenti untuk melakukan pemotretan.
Jalan trans Haltim tidak terlalu lebar tapi cukup mulus meskipun di beberapa area, kami berhadapan dengan jalanan yang mengalami kerusakan cukup parah. Ada beberapa bagian jalan yang ketika hujan tanahnya akan berlumpur dan kendaraan bisa terbenam. Untungnya selama perjalanan cuaca panas teriklah yang mengiringi. Dalam perjalanan kami sempat berhenti di lokasi jembatan rusak yang sudah digantikan dengan jembatan baru yang jauh lebih kokoh.
Dalam perjalanan menuju Maba kami dimanjakan oleh indahnya bunga anggrek ungu di sepanjang jalan setelah melewati Subaim. Di Subaim inilah kita bisa melihat sawah yang sekaligus menandai area asal bahan pokok di Halmahera. Setelah menempuh 5 jam perjalanan kami tiba di Buli, sebuah desa yang pernah menjadi lokasi penambangan bijih nikel. Dari Buli, masih satu jam perjalanan ke Maba, dengan jalan yang tidak hanya berliku dan curam tapi juga lebih banyak area yang masih belum selesai dikerjakan. Mudah-mudahan di tahun 2016, jalan menuju Maba sudah diperbaiki.
Tiba di Maba, kami langsung menyantap makan siang dan ditemui oleh Kepala Dinas Pariwisata setempat. Setelah itu, kami diajak ke sebuah pulau bernama Pulau Plun, yang merupakan salah satu area wisata yang akan dipromosikan oleh kabupaten Halmahera Timur. Pulau Plun merupakan salah satu pulau dari beberapa pulau yang bisa dijadikan tujuan wisata di Maba. Pulau Plun atau Pulau Tengah berada di antara Pulau Mia dan Pulau Lewi dan merupakan tujuan diving.
Saat menuju ke pulau Plun, kami juga melihat-lihat lokasi yang bisa menjadi target lokasi pengamatan. Mengingat GMT akan terjadi di pagi hari, maka area pantai yang berhadapan dengan lautan pasifik di timur menjadi target utama. Salah satunya di area sepanjang dermaga Maba. Agak kotor, tapi jika dibersihkan akan menjadi lokasi pengamatan gerhana matahari total yang menarik.
Perjalanan dari Maba ke Plun menggunakan speedboat dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Dalam perjalanan kami bertemu nelayan yang sedang mencari ikan. Sayangnya, dicurigai ia melakukan penangkapan ikan dengan pengeboman karena kami menemukan juga ikan yang mati mengambang akibat adanya ledakan. Dari jauh, pulau ini terlihat sangat indah dengan hamparan pasir putih dan hutan yang dihuni oleh kelelawar dan burung maleo.
Tidak dipungkiri, pulau Plun menjadi salah satu kandidat pengamatan bagi turis asing yang akan datang untuk berburu gerhana. Berada di pantai yang berhadapan dengan lautan pasifik dan terbitnya Matahari di timur tanpa terhalang apapun akan menjadi potensi yang sangat menggiurkan bagi para pemburu gerhana. Di pulau ini ada 5 bungalow dengan 10 kamar yang sudah dibangun untuk akomodasi para pelancong. Yang perlu diingat, ketika terjadi gerhana total maka akan terjadi penurunan temperatur dan hewan-hewan malam akan terjaga. Aktivitas kelelawar di pulau ini perlu diperhatikan jika akan melakukan pengamatan di Plun.
Dari Plun kami kembali ke Maba dan melihat lokasi lainnya di kota ini. Sore itu kami berkenalan juga dengan Kepala Sekolah dan beberapa guru dari SMK Informatika di Maba untuk mendiskusikan gerhana matahari dan pentingnya edukasi gerhana bagi masyarakat. Tak hanya itu kami juga berencana untuk melakukan kolaborasi untuk pendidikan gerhana ke sekolah. Lokasi sekolah dan mesjid dengan halaman yang luas bisa menjadi pilihan lokasi berkumpulnya masyarakat dan siswa untuk melakukan pengamatan gerhana.
Catatan yang harus diperhatikan adalah, di Maba tidak banyak penginapan sekelas Hotel. Ada 3 penginapan kecil dengan fasilitas dasar. Selain itu listrik dan jaringan telekomunikasi juga membutuhkan perhatian. Listrik di Maba dipadamkan dari jam 06.00 – 18.00 WIT dan jaringan telekomunikasi cukup sulit. Sinyal telpon genggam tidak setiap saat ada dan kebutuhan yang bisa dipenuhi hanya telpon dan sms.
Malamnya kami pun melanjutkan perjalanan ke Buli untuk menginap di Buli Resort. Perjalanan malam dari Maba ke Buli merupakan perjalanan yang sedikit menakutkan mengingat jalanan yang rusak dan tanpa lampu jalan, maka kalau salah sedikit bisa saja terjun bebas ke lautan.
Tinggalkan Balasan